Haji dapat dilakukan dengan memilih salah satu
dari tiga cara manasik haji berikut ini:
- Ifrod, yaitu meniatkan haji saja ketika berihram dan mengamalkan haji saja setelah itu.
- Qiron, yaitu meniatkan umroh dan haji sekaligus dalam satu manasik. Wajib bagi yang mengambil tata cara manasik qiron untuk menyembelih hadyu.
- Tamattu’, yaitu berniat menunaikan umroh saja di bulan-bulan haji, lalu melakukan manasik umroh dan bertahalul. Kemudian diam di Makkah dalam keadaan telah bertahalul. Kemudian ketika datang waktu haji, melakukan amalan haji. Wajib bagi yang mengambil tata cara manasik tamattu’ untuk menyembelih hadyu.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Telah
terdapat ijma’ (kesepakatan para ulama) bolehnya memilih melakukan salah satu
dari tiga cara manasik: ifrod, tamattu’ dan qiron, tanpa dikatakan makruh.
Namun yang diperselisihkan para ulama adalah manakah tatacara manasik yang
afdhol (lebih utama).” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8: 169)
Mengenai kewajiban hadyu bagi yang
mengambil tata cara manasik qiron dan tamattu’ disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
“Maka
bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji),
(wajiblah ia menyembelih) hadyu (qurban) yang mudah didapat. Tetapi jika ia
tidak menemukan (binatang qurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga
hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.” (QS. Al Baqarah: 196).
Wajibnya
hadyu bagi yang mengambil manasik qiron dan tamattu’ adalah
berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Manakah dari tiga tata cara manasik tersebut yang
lebih utama? Dalam hadits mengenai tata
cara manasik haji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa
beliau bersabda,
“Jikalau
aku mengetahui apa yang akan terjadi pada diriku maka aku tidak akan membawa
hewan hadyu dan aku akan jadikan ihramku ini umrah, maka barangsiapa dari
kalian yang tidak bersamanya hewan hadyu maka hendaklah dia bertahallul dan
menjadikannya sebagai umrah.” (HR. Muslim no. 1218). Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memerintahkan para sahabat untuk memilih tamattu’
dan berkeinginan dirinya sendiri melakukannya. Tidaklah beliau memerintahkan
dan berkeinginan kecuali menunjukkan tamattu’ itu afdhol (lebih utama) (Fiqhus
Sunnah, 1: 447-448). Selain
itu, manasik dengan tamattu’ itu lebih banyak amalannya dan lebih mudah secara
umum (Syarhul Mumthi’, 7: 76-77)
Catatan: Dam yang dikeluarkan untuk manasik qiron dan
tamattu’ adalah dalam rangka syukur dan bukan dalam rangka menutup kekurangan
saat manasik (Ar Rafiq fil Hajj, 35).
Problem: Dalam tata cara manasik tamattu’ telah disebutkan bahwa
umroh dilakukan terlebih dahulu sebelum haji. Artinya ia melakukan ritual umrah
dahulu yang di dalamnya terdapat thowaf umrah dan sa’i umrah. Setelah itu ia
bertahallul dengan sebelumnya memendekkan rambut. Lantas bagaimana jika sebelum
wukuf di Arafah, seseorang terhalangi tidak bisa melakukan umrah? Pilihannya
adalah mengganti niat hajinya dari tamattu’ menjadi qiran. Contoh dalam kasus
ini adalah wanita yang telah berihram
dari miqot dengan niat tamattu’. Lantas ia mengalami haidh atau nifas
sebelum ia melakukan thowaf umrah. Ia barulah suci ketika datang waktu wukuf di
Arafah. Artinya, ia belum sempat melakukan umrah pada haji tamattu’nya. Pada
saat itu, ia mengganti niatnya menjadi niatan qiron, dan ia terus dalam keadaan
berihram. Ia tetap melakukan rukun dan kewajiban haji lainnya selain thowaf di Ka’bah.
Karena ia baru dibolehkan thowaf jika ia telah suci dan telah mandi (Al
Minhaj li Muriidil Hajj wal ‘Umroh, 31-34).
Insya Allah, Panduan Haji akan Kita Sambung lagi
di Kajian Islam